Selasa, 10 Maret 2009

Menurunkan HET Pupuk Non Subsidi Untuk Membantu Mempertahankan Produktivitas Hutan Tanaman/Perkebunan

Aplikasi pupuk an organik, hingga saat ini masih menjadi andalan untuk meningkatkan produktivitas tanaman pada perusahaan hutan tanaman ataupun perkebunan. Sebagai contoh di perusahaan hutan tanaman industri yang membudidayakan jenis Eucalyptus, terbukti bahwa pemupukan dengan dosis tertentu, memberikan perbedaan volume pohon/kayu yang dihasilkan hingga diatas 100% jika dibandingkan dengan pohon yang tidak dipupuk.

Pupuk yang diaplikasikan pada perusahaan kehutanan ataupun perkebunan,adalah pupuk non subsidi, tentunya memiliki harga yang lebih tinggi daripada pupuk bersubsidi. Sebelum tahun 2008, pupuk non subsidi memiliki harga sekitar 150-250 % lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk bersubsidi. Pada saat itu dibeberapa perusahaan hutan tanaman dan perkebunan, pemupukan dilakukan secara intensif, di tahun pertama setelah penanaman saja, untuk hutan tanaman bisa diaplikasikan sebanyak 2-3 kali. Hasilnyapun menunjukkan prestasi pertumbuhan yang baik.

Memasuki awal tahun 2008, ketika harga minyak dunia mulai merangkak naik, harga pupuk non subsidi pun terus merangkak naik, hingga saat ini harga pupuk non subsidi memiliki harga yang 500-600 % lebih tinggi daripada harga pupuk bersubsidi. Mari kita lihat perbandingan di bawah ini :
a. Berdasarkan PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2009
  • Pupuk Urea = Rp. 1.200,- per kg;
  • Pupuk ZA = Rp. 1.050,- per kg;
  • Pupuk Superphos = Rp. 1.550,- per kg;
  • Pupuk NPKphonska (15:15:15) = Rp. 1.750,- per kg;
  • Pupuk NPKpelangi (20:10:10) = Rp. 1.830,- per kg;
  • Pupuk NPKkujang (30: 6: 8) = Rp. 1.586,- per kg;
  • Pupuk Organik = Rp. 500,- per kg.

b. Harga pasaran pupuk non subsidi per tgl 18/12/2008 di wilayah Kalimantan
  • Pupuk Urea = Rp. 5.650,- per kg;
  • Pupuk ZA = Rp. 6.900,- per kg;
  • Pupuk TSP = Rp. 13.200,- per kg;
  • Pupuk NPK (15:15:15) = Rp. 7.900,- per kg;
  • Pupuk NPK (16:16:16) = Rp. 8.500,- per kg;
  • Pupuk Organik = Rp. 500,- per kg.
Perbedaan harga pupuk subsidi dan non subsisi mencapai 450-500% hingga bulan desember 2008. Jika kita coba menganalisis dari regime pemupukan yang biasa digunakan di sebuah perusahaan hutan tanaman (contoh), maka jika menggunakan pupuk subsidi, biaya pembelian pupuk adalah 16 % dari seluruh komponen produksi pada tahun pertama, sementara jika menggunakan pupuk non subsidi dengan harga tahun 2008, biaya pemupukan menjadi 46 % dari keseluruhan biaya produksi pada tahun pertama.

Hingga pertengahan tahun 2008 bagi perusahaan hutan tanaman dan perkebunan, kenaikan biaya produksi, dalam hal ini pupuk, masih bisa ditutupi oleh karena harga jual produk yang tinggi, seperti harga pulp diatas 800 USD/ton ataupun harga CPO yang mencapai diatas 1200 USD/ton. Tetapi kemudian diawali bulan Agustus 2008, harga-harga komoditi turun drastis, harga pulp turun hingga mencapai level dibawah 600 USD/ton, dan harga CPO hingga berada dibawah 800 USD/ton. Sementara itu harga pupuk turunnya tidak seimbang dengan penurunan harga produk.

Dalam kondisi seperti diatas, komponen pupuk bahkan menjadi biaya dominan dalam struktur produksi. Akhirnya untuk menyeimbangkan dengan harga jual produk, maka biaya pemupukan dikurangi dengan menurunkan frekuensi, dan dosis pemupukan. Sebagai contoh, disebuah perusahaan hutan tanaman frekuensi pemupukan yang tadinya mencapai 3-4 kali dalam tahun pertama budidaya, dikurangi hingga menjadi 1 kali pada saat tanam saja. Pilihan ini dilakukan untuk menyeimbangkan biaya produksi dengan harga jual produk, walaupun jelas diketahui produktivitas tanaman akan menurun. Jadi kalau dalam budidaya hutan tanaman yang memiliki daur 6 tahun, sebenarnya kita sudah memilih akan memanen dengan volume yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tanaman yang dibuat menggunakan regime pemupukam yang lama.

Tgl 4 Maret 2009, Wapres Jusuf Kalla, secara lisan menyampaikan ide menurunkan harga pupuk non subsidi "Tadi ada ide dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, agar ke depan harga pupuk non subsidi akan disamakan atau didekatkan harganya dengan pupuk subsidi," kata Ketua Dewan Pupuk Indonesia (DPI) Zaenal Soedjais usai bertemu Wapres Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu (4/3).

Menurunkan harga pupuk non subsidi, akan menurunkan persentase biaya pemupukan dalam biaya produksi, harapannya kemudian pekebun mengembalikan frekuensi dan dosis pemupukan yang optimal sesuai dengan hasil penelitiannya masing-masing. Sehingga produktivitas tanaman akan terus terjaga. Terutama tanaman-tanaman yang akan dipanen pada tahun-tahun mendatang. Sehingga ketika nanti harga-harga komoditi kembali naik, produktivitas tanaman kita tetap terjaga.

Senin, 02 Maret 2009

BERKARIER DI PERUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI)

Kawan-kawan sekalian, bagi yang berminat atau ingin mengetahui tentang bagaimana berkarier di perusahaan hutan tanaman industri, saat ini akan coba saya uraikan.

Tujuan utama pembangunan perusahaan hutan tanaman industri, adalah untuk menghasilkan kayu sebanyak-banyaknya per satuan luas lahan yang kita budidayakan. Tujuan ini perlu difahami dengan baik oleh semua orang yang berminat berkarir di HTI. Bisnis utamanya adalah Kayu. Sehingga semua sumberdaya yang ada di dalam perusahaan, hendaknya berfokus untuk membangun tanaman yang memiliki survival rate tinggi hingga akhir daur, MAI yang optimal, dan tanaman yang sehat.

Bagi teman-teman yang ingin berkarier di bidang hutan tanaman industri, saat ini banyak terdapat perusahaan-perusahaan HTI, yang tergabung dalam group RGM atau APRIL diantaranya : PT. RAPP, PT. Toba Pulp Lestari, PT. Adindo Foresta, PT.ITCI Hutani Manunggal dll. Perusahaan yang tergabung dalam Group Sinarmas diantaranya : PT. Arara Abadi, PT. Sebangun Bumi Andalas (SBA), PT. Surya Hutani Jaya, PT. Finnantara Intiga dll. Perusahaan lainnya yang tergabung dalam group Sumalindo seperti PT. Sumalindo Lestari Jaya dll. Group Djarum yaitu PT.Fadjar Surya Swadaya, Group Medco PT.Medco Papua Lestari. Serta beberapa perusahaan-perusahaan HTI lainnya.

Di perusahaan HTI secara umum terdapat dua kelompok pekerjaan yaitu, supporting dan operasional. Supporting bertugas untuk mensupport operasional pembangunan hutan tanaman hingga pemanenan. Sementara operasional adalah kelompok pekerjaan dari mulai penyiapan lahan, pembuatan tanaman, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama penyakit, hingga pemanenan.

Contoh kelompok pekerjaan dibidang supporting adalah, bagian keuangan, bagian manajemen material (pembelian), logistik (gudang), bagian manajemen kontrak kerja, internal audit, bisnis kontrol, audit kualitas tanaman, R&D, environment, bagian perencanaan, HRD. Sedangkan operasional mencakup bidang persemaian, operasional pembuatan dan pemeliharaan tanaman, dan pemanenan.

Bagi sarjana pertanian atau kehutanan biasanya ditempatkan di bagian operasional, namun tidak menutup kemungkinan juga untuk ditempatkan di bagian supporting. Di bagian operasional, sarjana lulusan pertanian atau kehutanan biasanya ditempatkan sebagai asisten persemaian,asisten pembuatan tanaman dalam bidang : penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan tanaman. Assisten di dalam struktur organisasi sama dengan supervisor, yang bertanggung jawab kepada superintendent/asisten kepala dan membawahi beberapa orang mandor/foreman.

Sistem penilaian hasil pekerjaan bagi assisten didasarkan pada prestasi di lapangan, misalkan bagi asisten bidang penanaman, dinilai dari kualitas tanaman pada petak yang berada di bawah koordinasinya, juga dengan realisasi luasan tanam dibandingkan dengan plan yang telah disusun.
Sistem reward & punishment juga menjadi bagian yang biasanya diterapkan dalam pelaksanaan pekerjaan.